loyalitas karyawan Generasi Z:Kepuasan kerja sebagai mediasi

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk tertinggi secara global. Terhitung pada bulan Juni tahun 2022, data menunjukkan bahwa populasi Indonesia mencapai 275.361.267 jiwa (Kusnandar, 2022). Berangkat dari jumlah tersebut, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Masyarakat Sipil (Dukcapil) mencatat bahwa proporsi penduduk Indonesia berusia produktif dari rentang usia 15 hingga 64 tahun mencapai 69,3 persen dari total keseluruhan penduduk yang ada di Indonesia (Kusnandar, 2022). Ini mengindikasikan bahwa penyebaran demografis di Indonesia saat ini didominasi oleh penduduk kategori usia produktif. Besarnya angka penduduk usia produktif di tanah air menandakan bahwa Indonesia sejauh ini tidak akan kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan meningkatkan peluang negara untuk dapat menggenjot pertumbuhan produktivitas masyarakatnya apabila mampu diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM tersebut. SDM yang unggul tidak hanya mampu berkontribusi terhadap pembangunan negara, tetapi juga menjadi unsur penting yang menentukan maju tidaknya suatu organisasi. Masram & Mu’ah (2015) menyebutkan dalam manajemen modern, SDM seharusnya tidak lagi hanya semata-mata dipandang sebagai alat bagi organisasi saja, melainkan adalah aset perusahaan yang semestinya dikembangkan demi tercapainya visi dan misi organisasi sehingga pada hakikatnya, SDM merupakan aset dan modal utama bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Atas dasar itu, maka organisasi membutuhkan SDM yang bernilai dan berkompeten. Untuk mendapatkannya, organisasi harus dapat memberikan pemeliharaan dan perhatian kepada SDM, sehingga dapat membuat mereka merasa diperhatikan dan terlibat sebagai bagian penting dari perusahaan, yang pada akhirnya bisa mendorong dan mempertahankan loyalitas kerja karyawan. Loyalitas karyawan merupakan sikap setia dan patuh karyawan yang dicerminkan dari kesediaan mereka untuk terus memberikan dukungan, menjaga, dan membela organisasi. Menurut Kurniawan (2019), kesetiaan karyawan menggambarkan perasaan emosional individu sebagai bagian yang terlibat dalam organisasi. Artinya, loyalitas karyawan akan terbentuk ketika karyawan mempunyai sense of belonging. Sense of belonging akan menimbulkan kepedulian, keterikatan, rasa tanggung jawab, dan motivasi untuk memberdayakan dirinya secara maksimal meskipun tanpa pendorong sekalipun, sebab kemajuan dan kemunduran suatu organisasi juga dirasakan oleh karyawannya (Kahpi et al., 2020). Pada akhirnya, loyalitas individu akan menghasilkan SDM yang sedia mengerahkan keterampilan, kemampuan, pikiran, dan waktunya demi berkontribusi pada keberhasilan organisasi. Sausan et al. (2021) menyebutkan loyalitas karyawan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada keberhasilan organisasi. Adapun faktor yang memengaruhi loyalitas karyawan dalam organisasi antara lain adalah lingkungan kerja, pengembangan karir, dan kepuasan kerja. Menurut Giovanni & Ie (2022), kenyamanan yang diperoleh dari lingkungan kerja yang kondusif, baik fisik maupun non-fisik, tidak hanya akan meningkatkan keoptimalan kerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, tetapi juga akan meningkatkan kesetiaan SDM terhadap organisasi. Sementara, Samat et al. (2020) menemukan bahwa pengembangan karir menjadi faktor pertimbangan pengunduran diri pada karyawan, yang mana

Jurnal Manajemen Maranatha ■ Vol. 23 Nomor 1, November 2023 3 apabila organisasi tidak memberikan peluang pergerakan karir pada karyawan, maka organisasi akan dianggap gagal dalam mengidentifikasi kebutuhan dan pertumbuhan yang diinginkan karyawan, alhasil ini akan membuat karyawan merasa tidak puas dan memilih untuk berhenti dari organisasi tersebut. Padahal Yuliyanti et al. (2020) menyebutkan bahwa kepuasan dari rasa dihargai, diakui, dan diberdayakan dalam diri karyawan yang akan meningkatkan loyalitas kerja mereka dalam organisasi, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, kepuasan kerja juga dapat menjadi indikator yang menentukan level loyalitas SDM pada suatu organisasi. Meskipun literatur sebelumnya telah menemukan hubungan antara work environment dan career development terhadap loyalitas karyawan yang dimediasi oleh job satisfaction, namun penelitian yang ada menunjukkan temuan yang berbeda. Tidak hanya itu saja, belum ada juga penelitian yang mengkaji hubungan antar konstruk tersebut dengan menganalisa Generasi Z. Padahal, mayoritas populasi penduduk Indonesia saat ini adalah Generasi Z. Ini dibuktikan dari sensus penduduk 2020, yang melaporkan bahwa dari 270,2 juta jiwa, terdapat 71,5 juta jiwa merupakan penduduk Generasi Z (BPS, 2020). Meskipun belum semua berusia produktif, namun tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa tahun lagi keberadaan generasi ini yang kelak akan mendominasi angkatan kerja. Sayangnya, kehadiran Generasi Z dalam dunia kerja membawa tantangan tersendiri bagi organisasi. Karakteristik dan preferensi Generasi Z yang berbeda dari generasi sebelumnya, membuat organisasi perlu mempertimbangkan faktor yang dapat memengaruhi kepuasan dan loyalitas karyawan generasi ini di tempat kerja. Salah satu tantangan adalah meningkatnya job hopping pada karyawan Generasi Z. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang akan melakukan apa saja demi dapat bertahan pada suatu organisasi, Generasi Z justru dinilai lebih memilih untuk resign dan berpindah ke organisasi lain yang mampu memberikan mereka kepuasan pribadi di tempat kerja, bahkan ketika tidak memiliki rencana cadangan sekalipun (Wyman, 2023). Berger (2022) menemukan pada tahun 2021, karyawan Generasi Z mengalami peningkatan job hopping hingga 40 persen lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana tingginya perputaran tentu mengganggu keberlangsungan organisasi. Salah satu kota di Indonesia yang memiliki mayoritas penduduk Generasi Z adalah Batam. Dengan persentase populasi Generasi Z yang signifikan sebesar 27,12 persen, membuat mereka sebagai kategori generasi yang mendominasi di kota ini (BPS, 2020). Hasil ini tidak hanya menunjukkan bahwa kehadiran generasi ini menjadi peluang sekaligus modal percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Batam, tetapi juga menimbulkan tantangan bagi perusahaan untuk memahami kebutuhan dan preferensi Generasi Z dalam rangka mempertahankan dan menarik mereka sebagai tenaga kerja yang berpotensial. Mengingat Batam merupakan salah satu pusat industri dan perdagangan di Indonesia, maka penelitian ini memiliki maksud untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan membahas pengaruh work environment dan career development terhadap employee loyalty yang dimediasi oleh job satisfaction pada karyawan Generasi Z di Kota Batam. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, Yuliyanti et al. (2020) dalam studinya mempelajari bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara pengembangan karir dan kepuasan karyawan. Dalam penelitiannya tersebut, dijelaskan apabila organisasi mampu memberikan peluang bagi karyawannya untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan, dan mencapai jenjang profesi yang lebih baik, maka itu akan berkontribusi pada peningkatan kepuasan kerja karyawan terhadap organisasi. Hasil ini serupa dengan studi sebelumnya yang membuktikan bahwa seiring dengan semakin baiknya kemajuan karir seseorang dalam dunia profesional, semakin tinggi pula semangat, motivasi, dan kepuasan terhadap kerja dan organisasi tempat bekerja (Lehtonen et al., 2022; Lestari et al., 2021; Nava-Macali et al., 2019; Robianto et al., 2020). Begitupun sebaliknya, apabila seseorang merasa kurang mendapatkan kesempatan pergerakan karir dalam organisasi, maka itu akan menurunkan tingkat kepuasan kerja mereka di organisasi tersebut. Ini dikarenakan studi menemukan bahwa pengembangan karir merupakan faktor pertama yang paling menentukan kepuasan kerja karyawan dalam organisasi, diikuti dengan motivasi ekstrinsik dan lingkungan kerja (Winarni & Kurniawan, 2022). Selain pengembangan karir, Andarsari & Setiadi (2023) juga menyebutkan bahwa lingkungan kerja fisik atau non-fisik menjadi faktor penting yang memengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan dalam perusahaan. Ini dikarenakan ketika seseorang semakin nyaman dan harmonis dengan kondisi lingkungan kerjanya, mereka akan lebih merasa terdorong untuk bekerja lebih baik dan memberikan hasil yang memuaskan (Robianto et al., 2020). Berdasarkan hal ini, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Career development berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction.

H2: Work environment berpengaruh signifikan terhadap job satisfaction.

Lebih jauh, dalam pengaruhnya terhadap loyalitas karyawan, sebelumnya telah disinggung bahwa apabila organisasi tidak mampu mengidentifikasi kebutuhan dan pertumbuhan yang diinginkan karyawan, itu akan membuat karyawan lebih memilih untuk menarik diri keluar dari organisasi (Samat et al., 2020). Dirhamsyah & Suprayitno (2022) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa semakin efektif pengembangan karir yang diberikan organisasi, maka akan berkaitan dengan peningkatan loyalitas. Oleh karena itu, prosesnya menjadi penting untuk dilakukan agar mampu memilih karyawan yang memiliki kemampuan yang tepat dan cocok dengan organisasi. Menurut Lestari et al. (2021), ini dikarenakan pengembangan karir tidak hanya mampu memengaruhi loyalitas karyawan secara langsung, melainkan juga mampu memengaruhi loyalitas secara tidak langsung melalui mediasi kepuasan kerja. Sehingga, seiring dengan semakin besar kesempatan pengembangan karir, akan meningkatkan kepuasan kerja dan berujung pada peningkatan loyalitas karyawan di tempat kerja tersebut. Temuan ini didukung oleh Yuliyanti et al. (2020) yang menyatakan selain kesediaan organisasi untuk mengembangkan karir karyawan, lingkungan kerja yang kondusif juga diperlukan untuk membantu organisasi memperoleh tenaga ahli yang terampil dan meningkatkan kesetiaan mereka pada organisasi. Menurut Pulungan & Andika (2022), ketika kualitas lingkungan kerja meningkat dengan memberikan kenyamanan, pencahayaan, suhu udara, tata ruang, dan interaksi yang positif, maka akan secara signifikan meningkatkan loyalitas karyawan pula. Ini sejalan dengan penelitian Sharma & Garg (2021), yang serupa memaparkan bahwa kondisi kerja karyawan menjadi salah satu faktor yang mampu memengaruhi kepuasan sekaligus loyalitas karyawan dalam organisasi. Sebab, rasa ketidakpuasan karyawan terhadap lingkungan kerjalah yang justru menurunkan kesetiaan dan mengarah pada berbagai perilaku negatif karyawan di tempat kerja (Andarsari & Setiadi, 2023). Namun, hasil ini berbeda dengan studi Samat et al. (2020), yang menyebutkan loyalitas tidak dipengaruhi oleh lingkungan kerja karyawan karena karyawan merasa lingkungan kerja tidak banyak berhubungan dengan level kesetiaan mereka terhadap perusahaan. Perbedaan ini menunjukkan diperlukan kajian ulang, sehingga hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: H4: Career development berpengaruh signifikan terhadap employee loyalty. H5: Work environment berpengaruh signifikan terhadap employee loyalty. H6: Career development berpengaruh signifikan terhadap employee loyalty yang dimediasi dengan job satisfaction. H7: Work environment berpengaruh signifikan terhadap employee loyalty yang dimediasi dengan job satisfaction. Selain perbedaan tersebut, hasil yang berbeda juga ditemukan dalam literatur yang mengkaji hubungan antara kepuasan kerja dengan loyalitas karyawan. Dalam penelitian Giovanni & Ie (2022) dipaparkan bahwa semakin baik kepuasan kerja seseorang, tidak menjadi dasar yang menjamin mereka akan tetap setia pada organisasi. Mendukung temuan ini, Phuong & Vinh (2020) menyebutkan bahwasannya kepuasan kerja hanya akan lebih kuat memengaruhi loyalitas karyawan dengan jabatan standar dibandingkan mereka yang memegang posisi level supervisor ke atas, sehingga tidak ada pengaruh signifikan di antara kedua variabel ini. Mengacu pada penelitiannya pada industri manufaktur musik, Kahpi et al. (2020) juga menambahkan kepuasan kerja karyawan tidak menjadikan karyawan loyal. Namun, ini bertolak belakang dengan hasil Dhir et al. (2020), yang memaparkan adanya korelasi langsung secara signifikan antara kepuasan terhadap loyalitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *